Minggu, 14 Oktober 2012

Kisah sepiring nasi goreng


Alkisah pada suatu malam, Marko bertengkar dengan ibunya. Karena kesal, Marko keluar rumah tanpa membawa apapun.
Saat menyusuri jalanan, ia melewati sebuah warung tenda nasi goreng. Marko mencium harumnya aroma nasi goreng yang segera membuatnya kelaparan.
Ia ingin sekali memesan nasi goreng yang harum itu, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik warung melihat Marko berdiri cukup lama di depan warungnya, lalu ia bertanya “Mbak, mau beli nasi goreng?”
“Tetapi, saya tidak bawa uang,” jawab Marko malu-malu.
“Tidak apa-apa. Nggak usah bayar. Ayo duduk, saya buatkan dulu,” kata pemilik warung.
Tidak lama kemudian, pemilik warung itu menghidangkan sepiring nasi goreng dan segelas air minum.
Marko segera makan beberapa suap dan kemudian air matanya mulai berlinang.
“Ada apa mbak ?” tanya si pemilik warung.
“Ah, tidak apa-apa. Saya hanya terharu,” jawab Marko sambil mengeringkan air matanya.
” Seseorang yang baru aku kenal pun mau memberi aku sepiring nasi goreng!
Tetapi, Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, langsung mengusir aku dari rumah.”
Mendengar perkataan Marko, pemilik warung menghela nafas dan berkata:
“Mbak mengapa bicara seperti itu? Coba pikir, saya hanya memberi mbak sepiring nasi dan mbak menjadi terharu. Bayangkan Ibu mbak telah memasak makanan semenjak mbak kecil hingga dewasa. Mengapa mbak tidak berterimakasih kepadanya, malahan bertengkar dengan Ibu?”
Marko terhenyak mendengar perkataan pemilik warung. Mengapa ia tidak berpikir tentang hal itu?
Untuk sepiring nasi goreng dari seseorang yang baru dikenal, ia begitu berterima kasih.
Tetapi kepada Ibunya yang telah memasak selama bertahun-tahun, ia bahkan tidak memperlihatkan kepeduliannya.
“Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengan Ibu”, renung Marko dalam hati.
Marko pun segera menghabiskan nasi gorengnya dengan cepat. Lalu, ia menguatkan dirinya dan segera pulang ke rumah.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas.
Sang Ibu tampak kebingungan.
Tapi ketika ia melihat Marko, tampak rasa lega.
“Ayo, cepatlah masuk. Ibu telah menyiapkan makan malam. Segeralah kamu makan, nanti menjadi dingin,” ujar sang Ibu sambil tersenyum.
Pada saat itu, Marko tidak dapat menahan air matanya dan ia pun menangis sejadi-jadinya di pangkuan sang Ibu. “Ibu, maafkan aku,” kata Marko sambil terus terisak.
Sekali waktu, mungkin kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk sebuah pertolongan kecil yang mereka berikan. Tetapi, kepada orang yang sangat dekat, khususnya orangtua, harus di ingat bahwa hendaknya berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.
Maka…Muliakanlah orang tua-mu sebelum terlambat.

0 komentar: