Kamis, 24 Januari 2013

Cerpen "Menembus Batas"


Mata kuliah hari ini telah selesai, semua mahasiswa dikelas sudah keluar ruangan. Berbeda dengan yang lainnya, Rachel masih tetap betah diam dikursinya. Masih setia menunggu dosennya untuk keluar terlebih dahulu. Pak Juna tengah membereskan semua perlengkapan yang dibawanya tadi. Setelah semua masuk tas, beliau berpamitan kepada satu mahasiswi yang masih tertinggal didalam kelas itu. Lalu menyunggingkan senyum manisnya.“bapak duluan, ya!” pamitnya kepada Rechel. Rachel hanya tersenyum tanpa membalas pamitan Pak Juna.
            Sesekali dia manatap buku catatannya yang kosong. Beberapa kali dia menolak panggilan masuk dari
handphonenya. Dia hanya butuh ketenangan. Yang dia butuh saat itu hanya ingin sendiri. Berharap waktu dapat menyembuhkan lukanya. Luka hatinya yang beberapa kali semakin perih. Luka yang selalu dia rasakan. Yang diberikan oleh kekasihnya, Anton. Tapi entah kenapa dia selalu memberi harapan kembali kepada Anton yang jelas-jelas sudah sangat sering membuatnya terluka. Mungkin karena sebuah cinta. Tapi apakah benar cinta itu harus selalu tersakiti? Bagi Rachel, cinta itu seperti itu. Seperti cinta Anton yang tidak pernah membuatnya bahagia. Namun kebodohan Rachel yang selalu membuka kesempatan kembali bagi Anton. Entah apa sebabnya!?
???
            Ketiga sahabatnya tengah menunggu kedatangan satu sahabatnya yang lain sejak setengah jam yang lalu. Namun Rachel tetap tidak muncul juga. Akhirnya, Dimas, Marcel dan Yunita mencarinya kedalam kampus. Pesan singkat yang sedari tadi Dimas kirim tidak pernah mendapat jawaban apapun. Yunita sudah mencoba meneleponnya, namun tidak pernah dijawab. “ada apa ya dengan Rachel? Dia dimana, lagi?” tanya Yunita kepada dua sahabatnya itu. Dimas yang mengetahui keberadaan Rachel segera memberitahu kedua sahabatnya agar lekas menemui Rachel.
“dia pasti masih tertinggal dikelasnya!” simpul Dimas.
???
            Seorang gadis menangis didalam sebuah kelas kosong. Tangisnya tidak bersuara, namun isakan tangis itu bisa terdengar sampai keluar kelas yang sepi. Marcel, Dimas dan Yunita segera menuju ruang kelas itu yang ternyata didalamnya ada Rachel. Gadis yang menangis sendirian.
“kenapa, Hel? Patah hati lagi? Anton lagi?” Yunita yang simpatik menanyakan keadaan Rachel. Karena tidak bisa berkata apa-apa, orang yang ditanyapun hanya menganggukkan kepalanya. Tertanda “iya”.
“udah aku bilang, kan beberapa kali! Kamu nggak usah lagi kasih harepan buat Anton! Kamu udah sering sakit hati olehnya, Hel! Coba sekarang dengerin nasehat kita!” Yunita mencoba menenangkan Rachel dan berusaha memberi saran baik kepada Rachel. Namun Rachel masih saja tertunduk dalam tangisnya.
???
            Rachel yang tengah sibuk mengetik sms yang ditujukannya kepada Anton, lelaki yang sangat dicintainya itu. Tiba-tiba, ibu jarinya terhenti sesaat dia dengar bunyi bel dari pintu rumahnya. Belum sempat dia mengirim pesan singkat itu yang sebenarnya pesan yang sangat panjang, Rachel beranjak dari kasurnya dan segera menuju pintu rumah melihat siapa yang bertamu kerumahnya.
“Dimas..?” agak terkejut melihat sosok Dimas yang berdiri tegap di depan pintu rumahnya. “ada apa? Tumben sendirian, Marcel sama Yunita mana?” dia menanyakan kedua sahabatnya yang lain.
“Emm... mereka—“ berfikir sejenak mencari alasan. Lalu tetap melanjutkan. “mereka nggak bisa ikut, ada tugas yang harus diselesaikan, katanya.”
“oh, ya sudah, ayo masuk. Dirumah hanya ada aku dan Pak Wawan, Dim!” ujar Rachel seraya mempersilakan Dimas masuk. Seperti biasa, jika sahabat-sahabatnya main ke rumah Rachel, mereka pasti menanyakan “ada orang atau tidak?” karena kebiasaan mereka selalu membuat keributan didalam rumah. Tentu saja maksud keributan itu adalah cabdaan yang tak kunjung usai.
            Diruang keluarga, Rachel dan Dimas duduk berdua, menyantap puding yang sudah disediakan pembantu Rachel sebelum pergi keluar. Dimas sesekali memperhatikan raut wajah Rachel yang amat bingung dan galau. Begitupun Rachel yang sedari tadi hanya terdiam sibuk dengan pikirannya sendiri. Ingin rasanya dia mencurahkan isi hatinya kepada Dimas, namun dia malu! karena curahan hatinya ini masih tentang Anton, kekasihnya.
            Karena tidak enak dengan suasana seperti itu, Dimas memulai pembicaraan. “Emm.. Hel? Kamu ada masalah lagi, ya? Kenapa? Anton lagi?” tanyanya dengan yakin kalau Rachel sedang ada masalah lagi dengan Anton.
“he.em...” Rachel mengangguk pasti. “kemarin, aku lihat dia dengan perempuan lain, Dim.” Mencoba mengatur nada suaranya. “aku coba tanya, katanya itu cuman temen biasa, tapi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, Dim. Perempuan itu sudah diluar batas. Aku nggak bisa jelasin semuanya...” jelasnya. Rachel hanya menatap lurus kearah layar TV. Tatapannya kian kosong. Itu yang dilihat Dimas saat dia melirik kearah Rachel. Dimas, sebagai sahabat yang paling dekat dengannya sangat tahu karakter Rachel. Dan beberapa masalahnya dengan Anton, hampir Dimas tahu semuanya. Bahkan Dimas tahu semua sebabnya. Yaitu, perselingkuhan.
            Dimas merasa heran sekali kepada sahabatnya ini, entah jin apa yang merasukinya, beberapa kali dia sakit hati, sesering itu pula Rachel memaafkan Anton dan selalu memberi kesempatan kembali kepada Anton.
“aku kasian sama kamu, Hel! Udah berapa kali aku bilang, bahkan Marcel dan Yunita pun selalu menyarankan untuk mengakhiri hubunganmu dengan Anton. Tapi apa sih, kendalanya?” tanya Dimas yang selalu penasaran.
“aku—aku—aku gak bisa jelasin itu, Dim! Aku sendiri bingung apa yang aku rasain!?” jawabnya tidak pasti.
???
            Waktu berlalu, perbincangan antara Dimas dan Rachel semakin panjang namun tidak menemui titik temu. Disaat Rachel merasa sedih, Dimas menyuruhnya menyandarkan kepala Rachel dipundak Dimas. Memang itu yang selalu dilakukan disaat seorang sahabatnya butuh pangkuan. Seseorang datang tanpa undangan dan ijin dari tuan rumah. Membuka pintu tanpa memencet bel. Sangat tidak punya adab!
            Langkahnya lebar, sampai tiba di tempat yang ditujunya, dia langsung melontarkan suara. “EKHEMM..!”
            Rachel dan Dimas serontak terkejut mendengar suara dehaman itu. Mereka berbalik badan berbarengan. Dan tengah didapatinya seorang Anton yang berdiri menatap keduanya dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
“Anton?” Rachel merasa heran melihat sosok pacarnya itu. “untuk apa kamu kesini?” tanyanya ketus.
“tadinya aku kesini ingin meminta maaf sama kamu, Hel! Tapi—ternyata kamu sudah asik berduaan dengan laki-laki ini!” dia menunjuk lurus kearah wajah Dimas yang tanpa dosa.
“kamu salah, Anton! Dimas kesini cuman ingin tahu masalahnya.” Ujarnya. Mencoba mencari kata yang tepat.
“masalah? Ini masalah kita berdua, Hel! Nggak usah kamu ungkit-ungkit ke orang lain!”
“tapi dia sahabatku, Anton! Dia berhak tahu! Dan yang sebenarnya Dimas sudah tahu dari awal!” Rachel beranjak dari sofa yang didudukinya. Kesal melihat tingkah pacarnya itu. Emosinya sedikit tidak terkendali. Begitupun Anton, orang yang tidak bisa menjaga emosinya. Selalu cepat marah. Dia cemburu melihat Rachel dengan Dimas. Padahal, selama ini Rachel tidak pernah cemburu berlebihan kepada semua teman-teman perempuan Anton yang dekat dengannya.
            Melihat perselisihan itu, Dimas kemudian angkat bicara. Tentu saja dia membela sahabatnya, Rachel. “tunggu, Ton. Kamu nggak usah marah sama Rachel. Yang dia bilang itu memang betul. Aku datang kesini Cuma pengen tahu apa lagi masalahnhya! Dan ternyata masalah itu masih berasal dari sifatmu yang nggak pernah berubah dari dulu! Selingkuh dibelakang Rachel!” ucapan Dimas mulai meninggi. Anton yang tidak terima semua itu, kesal. Marah. Tidak terima dibilang selingkuh dibelakang Rachel.
“JANGAN BANYAK OMONG, YA!” sentaknya. “INI URUSANKU DENGAN RACHEL! NGGAK USAH IKUT CAMPUR!” Anton merasa kekesalannya bertambah.
“oke—oke—aku nggak bakal ikut campur. Tapi, masalah Rachel masalah aku juga! Dan aku nggak terima kalau sahabatku sendiri disakitin seenaknya kaya gini!” tambah Dimas. Masih membela sahabatnya. Adu mulut diantara Dimas dan Anton terhenti saat Rachel memutuskan angkat bicara.
“STOP!!” dia menghentakkan suaranya. “udah! Nggak usah diperpanjang lagi! karena aku tahu—aku tahu jalan akhirnya!” dia menarik napas cukup dalam dan menghembuskannya kembali. “Anton, selama ini aku sudah cukup sabar. Cukup sabar menahan sakit. Sakit hati yang selalu melihatmu dengan perempuan lain yang kamu bilang itu Cuma teman deket aja! Sakit hati karena nggak pernah kamu anggap ada! Mungkin kalau dihitung, sakit hati ini terlalu banyak! Sampai aku lupa bagaimana menyembuhkannya!” diam sejenak menahan emosinya dan mencoba mengatur napasnya.
“dan kamu!” menunjuk Anton. “kamu nggak pernah tau itu semua! Kamu nggak pernah tau apa yang aku rasain selama ini! Yang kamu tau, Cuma kesempatan kedua, ketiga, mungkin sampai yang ke sepuluh kalinya! Tapi kamu nggak bisa berubah! Dan bodohnya aku, aku terlalu percaya sama kamu, Ton!” Rachel menghentikan bicaranya. Dua laki-laki yang berada didekatnya itu hanya terdiam. Dimas yang cukup tenang melihat itu. Tapi Anton, hatinya bergejolak. Merasa bodoh! Pengecut! Yang tidak pernah tahu semua yang dirasakan Rachel. Kekasihnya sendiri.
“lebih baik, kita—PUTUS—“ kalimat itu cukup membuat Anton hancur. Kaget! Shok! Yang tidak diinginkannya selama ini, terjadi begitu saja. Kata putus yang dilontarkan Rachel menjawab semua teka-teki itu. Anton memang bukan yang terbaik untuk Rachel. Seketika itu, Rachel mengusir Anton dengan hormat dari hadapannya. “aku mohon, kamu bisa terima semua ini, Ton! Dan sekarang, aku mau kamu pergi dari sini! Pergi dari kehidupanku! Biarkan aku sendiri,  dan aku mohon jangan pernah muncul dihadapanku lagi! aku sudah cukup menderita, Ton. Luka ini nggak akan hilang kalau terus kamu tanam.”
???
            Langkahnya jontai seperti tak bertenaga. Dengan terpaksa, dia harus menerima putusan Rachel. Seperti sebuah tali yang sering rusak hingga akhirnya putus jua, dan tidak akan bisa disatukan kembali. Begitulah hubungan Anton dan Rachel.
            Gadis berparas cantik itu kini menyesali perbuatannya. Menyesali masa lalunya. Dia hanya bisa menangisi semua itu dipangkuan sahabatnya, Dimas. Dimas yang selalu ada untuknya. Dimas yang selalu mengerti keadaannya. Dan Dimas, yang selalu membuatnya tersenyum dikala terluka. Rachel menyadari segala hal tentang Dimas dan dirinya. Persahabatan yang mereka tanam sejak bangku SMA dulu tidak berbuah sia-sia. Kini mereka saling mengerti satu sama lain, tanpa melihat satu sisi keburukan.
            Sebenarnya, Marcel dan Yunita mengetahui perasaan Dimas terhadap Rachel. Namun mereka masih ingin menjaga hubungan persahabatan mereka agar tetap utuh. Tapi apalah daya yang bisa diperbuat oleh manusia, tuhan menghendaki hal lain. Tuhan telah membuka batas terlarang itu menjadi tidak terlarang. Dan semua itu diberikan kepada Rachel dan Dimas. Mereka sanggup menembus batas terlarang itu. Apalah arti persahabatan jika tidak didampingi dengan rasa cinta. Rasa cinta yang sangat tulus tertanam diantara mereka berdua. Yang mampu menembus batas persahabatan mereka menjadi ikatan suci.

_Sekian_

0 komentar: