This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 04 Februari 2013

6 Jurus Agar Semangat Belajar Tetap Fokus


Belajar?Aaaaaarrrrrggggghhh!!!  Kok bilang aaaarrrgggghhhhh.....? Memangnya belajar itu menakutkan? Serem? Nyebelin?Padahal setiap hari kita pasti ketemu dengan yang namanya be-la-jar. Iya kan?Ceritanya....  Setiap hari kita bertemu dengan yang namanya belajar.  Nah, hampir setiap hari pula korbannya ada yang selalu dibuatnya macam-macam dengan yang namanya belajar ini. (ini hasil pengalaman lhoo..)

Kalau gejala ringan sih, ada yang dibuatnya NGANTUK (lagi dengerin guru bicara di depan kelas.., eh saking khusyunya malah ketiduran..., bangun-bangun gurunya sudah bubaran); JANTUNG BERDEBAR ( saat lupa tidak mengerjakan PeEr ); HILANG NAFSU MAKAN (saat tahu nilai ulangan jeblok).

Dia Bukanlah Aku


          Terik mentari siang menemani perjalanan Lusi sepulang sekolah. Tanpa ditemani siapapun, dia terus melangkah lurus menyusuri jalan. Sesekali Lusi menatap arloginya namun tidak menyimpulkan apa-apa. Gadis pendiam itu tidak pernah mempunyai teman. Banyak orang yang menilainya sebagai anak yang  judes. Di rumah maupun disekolahnya, Lusi selalu sendiri. Apalagi semenjak kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai, Lusi semakin tertekan dengan keadaan rumahnya. Dia tahu sekarang ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi dia. Tapi apakah harus melupakan kewajibannya sebagai ibu? Lusi merasa dirinya diterlantarkan.
                Sebenarnya Lusi butuh sekali kasih sayang seorang ibu. Kasih sayang yang dulu sempat didapatnya dari seorang ibu kandung. Ayahnya yang dia anggap sudah melupakannya pun tak pernah muncul lagi dikehidupan Lusi semenjak dia bercerai dengan ibunya. Apakah ini jalan hidup yang diberikan tuhan kepada Lusi?
$$$
                Halaman rumah tidak seperti biasanya, yang selalu sepi dan hening. Lusi melihat sebuah mobil picanto hitam terparkir tepat didepan rumahnya yang sederhana bercat hijau muda itu. Pintu rumah pun terbuka lebar.  “ada tamu ternyata!” Lusi menyimpulkan.
                Seorang pria dengan penampilan rapi tengah didapatinya sedang mengobrol dengan ibu Lusi di ruang tamu. Pertanyaan berkelibat dibenak Lusi. Tanpa menghiraukan dua orang yang sibuk berbincang, Lusi berjalan lurus melewati mereka dan memutuskan masuk kedalam kamarnya.
“Lusi? Kamu sudah pulang? Sini, nak, ibu kenalkan dengan teman ibu.” Sapa ibunya ramah agar kedok sebenarnya tidak terbuka.
“Lusi capek ma!” dia menjawab singkat dan datar. Tanpa memandang pria itu, Lusi masuk dan segera menutup pintu kamarnya.
$$$
                Dalam lubuk hati seorang ibu, dia ingin sekali memperkenalkan Tino, teman dekatnya selama ini. Tanpa sepengetahuan Lusi, anaknya, Mira sudah menjalin hubungan dengan duda satu anak itu. Tapi sangat sulit untuk meminta persetujuan Lusi untuk menerima Tino didalam kehidupannya.
                Suatu hari, ibu Lusi datang dengan membawa seorang anak gadis seusia Lusi. Yang ternyata dia adalah anak kandung Tino. Sesekali Mira berusaha untuk memperkenalkannya kepada Lusi. Namun, tetap saja hati Lusi tidak bisa luluh meskipun ibunya membawa segudang pria dan gadis seusianya untuk diperkenal kepadanya. Karena memang hubungan anak dan ibu itu tidak begitu dekat. Bahkan sangat renggang.
“bu, itu anak ibu, ya?” tanya Rina, gadis yang dibawanya tadi.
“emh.. iya, itu Lusi, anak ibu satu-satunya. Dia juga seusiamu, emm.. mungkin umurnya berbeda satu atau dua bulan denganmu.”
“oh, ya? Tapi sepertinya Rina mengenal dia, bu!” tebaknya saat melihat wajah Lusi yang berbalik kearahnya.
                Disudut ruang tamu, Lusi yang berdiri tegap menatap ke luar terlihat geram melihat hubungan antara ibunya dan gadis yang tidak dia kenal itu. Sangat akrab! Hatinya kini bergejolak. Ingin rasanya dia menjambak rambut lurus gadis itu. Rasa kesalnya karena tingkah lakunya yang tidak wajar kepada ibunya. (baca: ibu Lusi)
“dia itu ibuku! Bukan ibumu! Pergi dari sini!” ucapnya dalam hati yang tidak dapat Lusi keluarkan dari mulutnya.
$$$
“hari-hari yang sangat menyebalkan!” ujar Lusi terlebih kepada dirinya sendiri. Langkah kakinya terasa begitu jontai untuk terus berjalan. Meskipun waktu sudah menunjukan pukul 07:00, namun Lusi masih dengan santainya berjalan. Dia tidak takut kesiangan masuk sekolahnya. “untuk apa aku rajin sekolah kalau tidak ada satu orangpun yang menghargai usahaku!” simpulnya sambil terus berjalan.
$$$
                Handphonenya bergetar dan mengejutkan Lusi yang sedang asik menyantap mie ayamnya. Lusi membuka plap handphone itu dan membaca pesan masuk yang dia rasa pesan itu sangat istimewa. Kerana pengirimnya tidak lain tidak bukan adalah ibunya sendiri. “tumben ibu mengirim pesan singkat!”
From: Ibu
Lusi, pulang sekolah ibu tunggu dirumah secepatnya. Ada hal yang ingin ibu katakan dan ini penting untukmu.
Pesan yang sangat singkat!
$$$
“aku pulang!” Lusi membuka sepatunya dan masuk kedalam rumah. “ada apa ini, bu? Kenapa pria itu ada disini lagi?” komentar Lusi ketika melihat seorang pria dan melihat ruang tamunya dipenuhi barang-barang yang terbungkus kotak. Mirip seperti hadiah.
                Tanpa melontarkan apa-apa, ibu Lusi menyuruhnyan untuk duduk terlebih dahulu sebelum dia menjelaskan maksud dan tujuannya membawa pria itu. “Lusi, ibu—ingin meminta ijinmu.” Dia memulai penjelasannya.
“apa?” jawabnya singkat.
“kemarin kamu belum sempat berkenalan dengan pak Tino, ini. Ibu ingin kalian saling mengenal satu sama lain. Karena, dalam jangka dekat ini, mungkin kamu akan mendapatkan ayah baru, Lusi.” Dia terhenti sejenak. Seakan akan memberikan kesempatan kepada Lusi untuk berkomentar.
                Suasana hening sejenak. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut Lusi. Entah apa yang dia pikirkan. Namun saat itu pikirannya berkecamuk. Bingung akan menjawab apa! Tapi jika dia tidak berkomentar sedikitpun, itu berarti dia mengiyakan keputusan ibunya. Dengan begitu, Tino akan menjadi ayah barunya dan dia akan mempunyai saudara dari ayah tirinya itu. Aahh...!! saat itu ingin sekali Lusi berteriak. Didalam hatinya, Lusi sangat tidak setuju dengan keputusan itu!
“emm...” Lusi bergumam. Lalu memberanikan diri untuk angkat bicara. “kalau itu sudah menjadi keputusan ibu, Lusi—emm... Lusi—ijikan, bu.” Sedikit ragu dia berbicara. Setelah itu, dia beranjak dari duduknya lalu pergi meninggalkan ibunya dan pria calon ayah barunya diruang tamu.
$$$
                Satu bulan sudah Lusi menjalani hidup baru dengan ayah tirinya. Selama itu yang dirasakan Lusi sama saja dengan hidupnya sebelumnya. Tidak ada yang istimewa. Bahkan ibunya menjadi sangat jauh dengannya. Rina, saudara tirinya perlahan telah merampas kasih sayang ibu Lusi. Yang berarti ibu tiri Rina. Lusi semakin geram dengan keadaan itu. Namun dia tidak mempunyai cukup keberanian untuk berbicara. Sampai suatu saat ketika Lusi, Rina dan ibunya diajak berbelanja oleh ayah tirinya ke sebuah mall. Dan perselisihanpun terjadi diantara Lusi dan ibunya.
                Sesampainya dirumah, masing-masing orang membereskan barang belanjaan mereka. Diantara ketiga orang disana, hanya Lusi yang tidak beres-beres. Bukan karena dia malas, tapi karena barang yang dia beli hanya sebuah jam tangan kecil yang tidak begitu mahal harganya. Dilihatnya Rina dan ibunya sedang bertukar hadiah didepan Lusi.
“Rina, sayang, ini hadiah untukmu. Menurut ibu, kamu pantas memakainya, sayang!” ujar ibunya dengan begitu ramah. Rina menerimanya dengan sangat senang hati.
“terimakasih, bu! Oiya, ini untuk ibu. Semoga ibu senang!” balas Rina. Melihat itu, Lusi yang tidak mau kalah, dia meminta bagiannya kepada sang ibu. Dengan memasang wajah sok ramah dan periang.
“ibu, ibu, untukku mana? Ibu pasti ngasih hadiah, kan?”
“astaga, Lusi! Maafkan ibu, nak. Ibu tidak ingat membelikan untukmu. Maaf ya, nak! Lain kali ibu belikan yang sama dengan Rina.” Agak sedikit terkejut dengan tingkah Lusi yang mendadak periang. Namun memang benar adanya, ibunya sama sekali tidak ingat akan Lusi, anak kandungnya. Bahkan hal yang memang tidak dipinta Lusi pun, dia lupa untuk membelikannya. Tidak adil! Pikir Lusi.
                Hatinya hancur sesaat, emosinya ingin meluap, tapi Lusi berusaha untuk menahannya. Sampai beberapa detik kemudian, dengan refleks Lusi menghentakkan meja didepannya karena emosinya yang begitu besar, sulit untuk dia kendalikan. Dan tujuan utamanya adalah kepada ibunya sendiri. “TIDAK ADIL..!!” Lusi marah! Dia tidak terima dengan semua ini. Seketika, ibu dan saudara tirinya tersentak dan menghentikan kegiatan mereka masing-masing. “BU? INI  LUSI, BU! A-N-A-K-K-A-N-D-U-N-G-MU!” napasnya tidak teratur, dia mengeja setiap kata untuk meyakinkan ibunya. matanya kini berkaca-kaca. Saat berkedip, tetesan airmata pun terguling dipipinya. Sebelum dia melanjutkan, Lusi mengatur napasnya kembali. “aku ini anak kandung ibu, bu! BUKA DIA!” dengan sigap telunjuknya menunjuk kearah Rina yang sok polos didepan ibunya. “selama ini aku tidak pernah minta apa-apa sama ibu! Yang aku minta hanya ketulusan ibu! Perhatian ibu! Kasih sayang ibu!” suaranya kembali lirih, dia tenggelam dalam kemarahan hatinya.
“Lusi...?!” ibunya mengherankan sikap Lusi. “kamu marah sama ibu, nak? Kamu marah? Salah ibu apa?” ujarnya tidak sedikitpun ada perasaan bersalah.
“ibu...” Lusi menarik napas, dirinya mulai menangis, tangis yang tidak seharusnya dia keluarkan hanya untuk hal semacam itu. Tapi hatinya sudah terlanjur sakit. Sakit yang sulit untuk diobati. “selama ini, selama ibu bercerai dengan ayah, aku merasa tidak dianggap, bu! Padahal—aku—sangat butuh perhatian ibu! Bahkan, saat ibu menikah lagi—ibu masih saja seperti dulu! Ibu lebih memilih DIA daripada aku! ANAK KANDUNG IBU sendiri! Hiks-hiks!” di menangis. “DIA BUKANLAH AKU, BU! DAN AKU BUKAN DIA!”kekesalannya dia keluarkan saat itu juga. Tanpa berpikir dua kali, Lusi mengeluarkan semua kemarahannya kepada ibunya.
                Tanpa berkata apa-apa, Mira hanya terdiam membisu. Matanya berlinangan air mata, ikut terhanyut dalam kesedihan yang dialami Lusi, anak kandungnya. Dia beranjak dari duduknya. Berdiri dengan perlahan, lalu memeluk Lusi dengan segenap kasih sayangnya. Kasih sayang yang selama ini hilang entah kemana. Dalam peluknya, Mira menangis, menyesal dengan semuanya. “Lusi,, ibu—ibu tidak tahu! Ibu tidak tahu bahwa kamu kesakitan selama ini, nak! Maafkan ibu! Ibu sangat menyesal, ibu sadar—ibu baru sadar sekarang!” Mira, ibu kandung Lusi.
“ibu baru sadar sekarang, bu? Kemarin ibu kemana saja? Ibu tidak pernah membaca anakmu sendiri! Aku menahan sakit, bu selama ini! Ibu baru tahu sekarang?” Lusi yang tidak bergerak sedikitpun hanya menyanggah semua ucapan ibunya tadi. Rina, yang tidak mau ikut campur dalam masalah itu, hanya menunduk dalam kebisuannya.
“selama ini ibu sibuk dengan urusan ibu sendiri, nak! Ibu sadar itu! Ibu mohon—maafkan ibu, Lusi! Ibu minta maaf! Kamu anak kandung ibu, nak!” pelukannya semakin erat dan hangat.
“bahkan, Lusi baru kali ini merasakan pelukan seorang ibu yang ternyata begitu tenang dan damainya, bu! Lusi baru merasakannya! Yang Lusi inginkan sejak dulu-dulu! Lusi ingin setiap saat dipeluk ibu, merasakan kasih sayang seorang ibu! Lusi ingin itu, bu!” untuk yang kedua kalinya, dia meneteskan air mata yang seharusnya tidak dia lakukan. Namun, memang sangat sulit untuk terus membendung air mata itu.
                Sore itu, menjadi suasana paling haru. Lusi yang baru bisa mengungkapkan semua isi hatinya saat itu membuat keadaan begitu tegang. Mengapa ibunya baru mengetahui itu?  Mengapa dia baru menyadari kesalahannya? Padahal Lusi sudah menahan luka itu sejak dulu. Seharusnya ibunya tahu itu sejak awal! Tapi itu memang sudah menjadi kuasa tuhan. Tuhan telah merencanakan semua ini sedemikian rupa. Hingga akhirnya Lusi bisa memaafkan ibunya dengan tulus dan ikhlas. Dan kini, tidak ada lagi dendam diantara mereka berdua.
$$$
                Lembaran baru sudah mulai dibukanya. Perubahan dalam dirinya membuat dia semakin tegar menjalani semuanya. Pada saat itu pula lah dia menemukan sesuatu yang begitu utuh. Sesuatu yang didambakannya sejak dulu. Yaitu, keluarga yang lengkap. Walau bukan dengan ayah kandungnya. Dan kasih sayang yang sempurna. Tanpa membeda-bedakan antara dia dan dia. Semua itu akan Lusi simpan dalam lembaran barunya. Dan dia berjanji dalam dirinya sendiri tidak akan pernah membuka lembaran lama yang membuat hidupnya dipenuhi dengan luka.
“catatan Lusi dalam hidupnya...”
--Sekian--

Minggu, 03 Februari 2013

Tambahkan Cinta Dan Kurangi Benci


Seorang pria bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta, si gadis
tampil luar biasa cantiknya, banyak lelaki yang mencoba mengejar si gadis.
Si pria sebetulnya tampil biasa saja dan tak ada yang begitu
memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri
mengajak si gadis untuk sekedar mencari minuman hangat. Si gadis agak
terkejut, tapi